Rabu, 02 Desember 2009

Perubahan Kurikulum

PERUBAHAN KURIKULUM DALAM PERPSPEKTIF
STRUKTURAL KONFLIK

Oleh: Burhan Muslim
A. Pendahuluan
Kurikulum di Indonesia termasuk yang paling dinamis. Dalam kurun waktu 63 tahun (1945 – 2008) telah terjadi delapan kali perubahan kurikulum. Kurikulum 1947 atau nyang dikelanl dengan Rencana Pelajaran 1947, diberlakukan dengan pertimbangan politis yakni tidak mau lagi menggunakan kurikulum yang dibuat oleh Belanda. Kurikulum 1964 Mengangkat konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kretaif, dan produktif. Kurikulum 1968 lebih bersifat politis, yakni perubahan dari orinetasi pendidikan sosialis menuju pendidikan yang pancasilais. Kurikulum 1975 lebih menekaankan pada tujuan yang dipengaruhi oleh Konsep MBO (Management by Objective) yang dikembangkan oleh Peter Drukcer. Kurikulum 1984 populer dengan sebutan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) mengusung isu process skill approach, yang senada dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1994 menyatukan kurikulum 1975 dengan kurikulum 1983 dengan pendekatan tujuan dan pendekatan proses. Kurikulum 2004 lebih populer dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang lebih mengacu pada pencapaian kompetensi tertentu. Kurkulum 2006 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan pngembangan lebih lanjut dari KBK yang memberikan kesempatan lebih besar kepada sekolah untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.
Perubahan kurikulum idealnya dipengaruhi oleh hal-hal yang menjadi dasar dari kurikulum itu sendiri. Hal-hal yang mendasari kurikulum itu sendiri antara lain adalah filosofis, sosiologis, dan IPTEK. Dalam prakteknya perubahan kurikulum di Indonesia sering tidak didasarkan pada hal-hal yang mendasari kurikulum tersebut. Perubahan kurikulum di Indonesia sering hanya atas kehendak sekelompok orang diberi memiliki kewenangan dalam bidang pendidikan. Dengan demikian di Indonesia ada Pameo “Ganti Menteri Ganti Kurikulum”.
Perubahan kurikulum sesungguhnya dapat dijelaskan dari bebagai perspektif, antara lain dari perspektif sosiologi. Dari perspektif sosiologis sendiri perubahan tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain struktural konflik, struktural fungsional, interaksionisme simbolok, dan pertukaran. Makalah ini dimaksudkan untuk melihat perubahan kurikulum dari perspektif struktural konflik.

B. Analisis Perubahan Kurikulum Dalam Perspektif Struktural Konflik
1. Perubahan kurikulum dari perspektif perubahan sosial
Perubahan kurikulum tidak terlepas dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam perspektif struktural konflik, masyarakat tidak berada dalam keadaan kleseimbangan (equilibrium) tetapi selalu dalam rposes perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena adanya perbedaan motif, maksud, dan kepentingan dari elemen-elemen yang membentuk masyarakat tersebut. Masing-masing elemen pembentuk masyarakat selalu berusahan untuk menjadikan motif, maksud dan kepentingannya sebagai begaian dari struktur.
Perubahan kurikulum terjadi karena adanya perjuangan dari lemen-elemen dalam masyarakat untuk menjadikan motif, tujuan, keyakinan, dan kepentingannya terakomodasi dalam kurikulum. Elemen masyarakat yang berhasil menjadikan tujuan, motif dan kepentingannya menjadi bagian dari kurkulum selalu bersusaha untuk mempertahankannya, sementara elemen yang gagal akan senantiasa berjuang untuk itu. Dengan demikian maka perubahan kurkulum selalu terjadi.
Rangkaian perubahan Kurikulum yang terjadi sepanjang sejarah Republik Indonesia selalu senantiasa diadahului oleh perubahan sosial dalam masyarakat. Perjuangan kelompok nasionalis berhasil memperjuangkan kelahiran kurikulum1947 atau yang dikenal dengan Rencana Pelajaran 1947 yang sebelumnya menggunakan kurikulum pemerintah kolonial. Kurikulum 1964 Mengangkat konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kretaif, dan produktif. Perubahan ini diperjuangkan oleh elemen masyarakat yang menginginkan pendidikan yang mampu membimbing anak untuk lebih mandiri dalam pemecahan masalah. Kurikulum 1968 lebih bersifat politis, yakni perubahan dari orientasi pendidikan sosialis menuju pendidikan yang pancasilais. Perubahan ini diperjuangkan oleh rezim orde baru yang menggantikan orde lama. Rezim orde lama yang cenderung pada pendidikan sosialis sehingga kurang sesuai dengan rezim orde baru yang menginginkan pendidikan yang pancasilais.
Kurikulum 1975 lebih menekaankan pada tujuan yang dipengaruhi oleh Konsep MBO (Management by Objective) yang dikembangkan oleh Peter Drukcer. Perubahan ini diperjuangkan oleh kelompok masyarakat meyakini bahwa tujuan merupakan elemen yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum ini juga merupakan hasil perjuangan kelompok aliran behaviorisme dalam pendidikan. Pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu tujuan pendidikan harus jelas dan terukur. Kurikulum 1984 populer dengan sebutan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) mengusung isu process skill approach, yang senada dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Perubahan kurikulum ini diperjuangkan oleh kelompok humanis, yang lebih menekankan pada proses pendidikan. CBSA dicetuskan oleh Conny Semiawan, melalui disertasinya.
Kurikulum 1994 menyatukan kurikulum 1975 dengan kurikulum 1983 dengan pendekatan tujuan dan pendekatan proses. Kelahiran kurikulum 1994, merupakan hasil kompromi perjuangan antara kelompok yang mengutamakan tujuan dengan kelompok yang mengutamakan proses. Kompromi ini dapat tercapai karena masing-masing pihak dapat memahami pentingnya tujuan dan proses dalam suatu pembelajaran. Kurikulum 1994 cenderung sentralistik, dimana silabus pembelajaran disusun secara seragam. Kurikulum 1994, juga lebih menguatamakan penguasaan materi dan lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Kondisi seperti ini menjadikan pendidikan tidak “link” dengan dunia kerja, sehingga sistem pendidikan sering menjadi kambing hitam dalam persoalan kualitas tenaga kerja.
Kurikulum 2004 lebih populer dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang lebih mengacu pada pencapaian kompetensi tertentu. Kurikulum ini lahir melalui perjuangan kelompok yang menginginkan adanya “link and match” antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Kurikulum ini sesungguhnya didasarkan pada pendidikan yang dikemukan John Dewey yang didasrkan pada filosofi pragmatisme.
Perjuangan kelompok yang menginginkan adanya otonomi lebih tinggi dalam lembaga pendidikan melahirkan kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari KBK yang memberikan kesempatan lebih besar kepada sekolah untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.
2. Perubahan kurikulum dari perspektif konflik
Perubahan kurikulum dalam perpektif konflik, tidak terlepas dari adanya konflik dalam masyarakat. Konflik terjadi karena adanya perbedaan tujuan, motif dan kepentingan pada elemen-elemen yang membentuk masyarakat. Perbedaan dalam masyarakat tersebut medorong adanya elemen-elemen tertentu yang terus berusaha untuk memperjuangkan agar motif, tujuan dan kepentingan kelompoknya menjadi bagian dari struktur masyarakat melalui perubahan kurikulum.
Sejarah perubahan kurikulum yang pernah terjadi di Indonesia selalu diawali oleh konflik dan berakhir dengan adanya pro dan kontra terhadap hasil perubahan tersebut. Kelahiran kurikulum 1947, bermula dari adanya konflik antara kelompok nasionalis dengan kelompok kolonial. Kelahiran kurikulum 1964 berawal dari adanya konlik antara kelompok yang menganut sistem pendididkan yang terpusat pada guru (teacher centered) dengan kelompok yang menganut sistem pembelajaran yang terpusat pada murid (student centered).
Kelahiran kurikulum 1968 dipicu oleh konflik antara rezim orde lama dengan rezim orde baru. Rezim Orde Lama yang melahirkan kurikulum 1964 cenderung bersifat sosialis, sementara Rezim Orde Baru menginginkan pendidikan lebih pancasilais. Kelahiran kurikulum 1968 juga merupakan hasil dari konflik antara berbagai penganut aliran psikologi pendidikan. Kurikulum 1968 menganut psikologi unsur. Hal ini tercermin dari dari metode eja dalam pelejaran membaca. Kurikulum 1975, merupakan produk dari konflik antara penganut paham behaviorisme dengan paham lain dalam pendidikan. Kentalnya teori behaviorisme dalam kurikulum 1975 dapat dilihat rumusan tujuan dalam proses pembelajaran yang harus dirumuskan dalam bentuk sangat spesifik dan terukur, yang dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Kurikulum 1984 yang dikenal dengan kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan buah dari konflik antara paham behaviorisme dengan paham humanis dalam pendidikan. CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan yang didasarkan pada pandangan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Berbeda dengan kurikulum 1975, kurikulum 1984 lebih mengutamakan proses.
Kurikulum 1994 merupakan hasil kompromi antara kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984. Kurikulum ini disamping menguatamakn proses juga mengutaman tujuan. Kurikulum 1994 cenderung bersifat sentarlistik, hal ini terlihat dari penyusunan silabus yang ditentukan scara seragam tanpa memperhatikan kondisi daerah. Selain itu, kurikulum 1994 lebih mengedepankan penguasaan materi yang menitik beratkan pada aspek kognitip.
Kurikulum 1994 yang lebih mengutamakan pengeuasaan materi dengan titik berat pada aspek kognitip menimbulkan konflik dengan kelompok yang pragmatis. Kelompok pragmatis memandang pendidikan sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan harus ditujukan untuk menguasai kompetensi tertentu yang berguna bagi siswa untuk menempuh kehidupannya kelak. Puncak dari konflik ini melahirkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemudian KBK yang masih bersifat sentralistik menimbulkan konflik dengan kelompok yang menginginkan otonomi yang lebih tinggi dari lembaga pendidikan. Akhir dari konflik ini melahirkan Kurukulum 2006 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
3. Prubahan kurikulum dari perpektif disintegrasi dan perubahan dalam masyarakat
Perbedaan filosofis, teori, dan politik dari para insan pendidikan merupakan pemicu terjadinya disintegrasi dalam masyarakat pendidikan yang melahirkan perubahan kurikulum. Kita mengenal bahwa bahwa dalam dunia pendidikan terdapat banyak aliran filosofi pendidikan. Masing-masing aliran tersebut memiliki pengikut yang senantiasa berusaha untuk menjadi filsofi yang dianutnya sebagai filosofi pendidikan nasional. Di samping filosofi, dalam dunia pendidikan juga terdapat berbagai teori pendidikan yang juga memiliki pengikut masing-masing. Intervensi politik terhadap dunia pendidikan juga sering menjadi penyebab terjadinya konflik antara pelaku pendidikan. Pendidikan sering menjadi alat hegemoni kekuasaan bagi kelompok yang sedang berkuasa yang juga dapat menjadi awal terjadinya disintegrasi antara elemen-elemen insan pendidikan yang menyebabkan perubahan kurikulum.
4. Perubahan kurikulum dari perspektif pemaksaan kehendak terhadap orang lain
Dalam perspektif struktural konflik, perubahan kurikulum merupakan pada dasarnya merupakan keberhasilan suatu elemen masyarakat pendidikan memaksakan motif, tujuan, kepentingan, serta alirannya untuk dianut secara bersama oleh seluruh anggota kelompok. Pemaksaan tersebut dapat terjadnya karena adanya kelompok yang memiliki kekuatan lebih besar dari kelompok yang lain. Kekuatan tersebut tersebut dalam arti yang luas mencakup kekuatan dalam pemikiran dan argumentasi atau kekuatan dalam kekuasaan.
Keberhasilan suatu penganut aliran pendidikan memaksakan alirannya menjadi aliran kelompok melahirkan harmoni yang semu sementara. Dikatakan semu karena pada dasarnya kelompok yang terpaksa menerima aliran tersebut tidak pernah berhenti berusaha untuk menjadikan alirannya sebagai aliran kelompok. Usaha tersebut dilakukan dengan mengunkap kelemehan-kelemahan dari aliran pendidikan kelompok yang berhasil memaksakan kehendaknya tersebut. Pada saat tertentu kempok yang kalah akan memiliki kekuatan semakin besar sehingga melahirkan konflik baru dalam kelompok.
C. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif struktural konflik, perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia merupakan akibat dari ketidak stabilan masyarakat pendidikan sebagai akibat adanya perbendaan motif, tujuan, kepentingan dan aliran dalam pendidikan. Perbedaan tersebut merupakan awal dari konflik yang senantiasa terjadi di masyarakat yang membawa perubahan.
Daftar Bacaan
Ansyar, Mohammad.1989. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Ansyar, Mohammad dan H. Nurtain. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Damsar, Bahan Kuliah Sosiologi Pendidikan Program Pascasajana Univesritas Negeri Padang tahun 2008
Poloma, Margaret M., (Terjemahan Tim Yasogama), 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakrta. Raja Grafindo Persada.
Pejalanan Kurikulum Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa
Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Ketiga Tahun 1987, Jakarta. Rajawali Pers.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar